MANUSIA DAN HAK ASASI MANUSIA
Disusun Oleh
Nama :
Risky Wisnu Adrianto
NPM : 16315071
Kelas :
1TA04
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
S1 – Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
2015 – 2016
Topik Makalah
Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar
Dosen : Emilianshah Banowo
Topik Makalah
Keadilan dalam perlakuan manusia dan
sesamanya
Kata Pengantar
Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Essa, yang
telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga masih di perkenankan untuk
membuat makalah ini.
Dalam makalah ini, saya sebagai
penyusun makalah ingin memaparkan “KEADILAN
DALAM PERLAKUAN MANUSIA DAN SESAMANYA”. Hal-hal
yang terkaji dalam makalah ini merupakan konkret dan berdasar fakta yang ada.
Akhir kata, saya sebagai penyusun
makalah ini menyucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesediaan waktu
dan tempat. Mohon maaf bilamana ada kata-kata yang kurang berkenan bagi
Bapak/Ibu.
Depok, 4 Mei 2016
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
Hak Asasi Manusia
1. Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak Asasi
Manusia juga sering kita kenal dengan sebutan “HAM”. Hak Asasi Manusia merupakan
hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia yang didapatkan sejak lahir dimana
secara kodrati HAM sudah melekat dalam diri manusia dan tak ada satupun orang
yang berhak mengganggu gugat karena HAM bagian dari anugrah Tuhan, itulah
keyakinan yang dimiliki oleh manusia yang sadar bahwa kita semua makhluk
ciptaan Tuhan yang memiliki derajat yang sama dengan manusia yang lainnya
sehingga mesti berhak bebas dan memiliki martabat serta hak-hak secara sama.
2. Pengertian HAM Berdasarkan Para Ahli
a.
Pengertian HAM
menurut John Locke
JOHN LOCKE mengartikan HAM ialah suatu hak yang
dihadiahkan oleh Tuhan yang bersifat kodrati dimana hak asasinya tidak pernah
dan tidak dapat dipisahkan dari hakekatnya, sehingga hak asasi merupakan
sesuatu yang suci dan mesti dijaga.
HAM merupakan hak-hak asasi manusia yang pada dasarnya dimiliki oleh setiap manusia dari lahir dan kehadirannya dalam masyarakat.
b.
Pengertian HAM
menurut DAVID BEETHAM dan
Kevin BOYLE
Pengertian
HAM menurut david beetham dan kevin boyle adalah suatu kebebasan yang fundamental dan memiliki keterhubungan dengan
kapasitas manusia dan kebutuhan manusia.
c.
Pengertian HAM menurut C. de Rover
Pengertian HAM menurut C. de Rover
adalah hak hukum yang sama kepada setiap manusia
baik miskin maupun kaya,
perempuan atau laki-laki. Walaupun hak-hak yang telah mereka langgar akan
tetapi ham mereka tetap tidak dapat dihilangkan. Hak asasi adalah hukum, yang mesti terlindungi
dari aturan nasional agar semuanya terpenuhi sehingga
ham dapat ditegakkan, dilindungi dan dijunjung tinggi.
d.
Pengertian HAM menurut
Frans Magnis Suseno
Pengertian HAM menurut frans magnis
suseno adalah ham penjaga martabat kemanusiaan,
manusia memiliki ham karena dia manusia.
e.
Pengertian HAM menurut
Miriam Budiarjo
HAM merupakan hak-hak asasi manusia yang pada dasarnya dimiliki oleh setiap manusia dari lahir dan kehadirannya dalam masyarakat.
f.
Pengertian HAM menurut Oemar Seno Adji
Beliau mengartikan HAM adalah hak
yang telah melekat bersama martabat kemanusiaan, dimana hak-hak inilah
yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun.
g.
Pengertian ham menurut G.J Wolhos
HAM adalah sejumlah hak yang telah
mengakar dan melekat dalam diri manusia, hak- hak
inilah yang tidak boleh
dihingkan, karena menghilangkan HAM sama saja anda menghilangkan derajat kemanusiaan
itu.
3.
Kesimpulan
Ham
HAM
sendiri dibagi menjadi 6 Unsur yang terkandungnya, yaitu:
1.
Hak asasi manusia merupakan hak yang dimiliki
manusia menurut kodratnya
2.
Hak asasi manusia melekat pada diri setiap
manusia
3.
Hak asasi manusia merupakan pemberian Tuhan
4.
Hak asasi manusia harus dipertahankan
5.
Hak asasi manusia bersifat suci dan luhur
6.
Hak asai manusia bersifat universal, artinya
menyeluruh, dimiliki semua manusia tanpa perbedaan
BAB
II
PEMBAHASAN
Hak dan
Kewajiban Sesama Manusia
Disampaikan dalam Dialog Hukum Komisi Hukum Nasional RI
Bekerjasama denganKoalisi Masyarakat Sipil untuk Perubahan UU MD3, danKantor
Berita Radio (KBR), 3 September 2014.
Asas persamaan di hadapan hukum (Equality before the law principle) merupakan salah satu asas yang utama dalam Deklarasi Universal HAM dan dianut pula dalam UUD 1945 kita. Bagi saya asas ini mengandung arti bahwa“semua warga harus mendapat perlindungan yang sama dalam hukum – tidak boleh ada diskriminasi dalam perlindungan hukum ini”. Bagi saya kata kuncinya adalah “perlindungan”. Pendapat yang berbeda adalah yang menafsirkan bahwa persamaan yang dimaksud adalah untuk “perlakuan”. Perbedaan kata kunci ini dapat membawa kepada penafsiran yang berbeda dari makna asas ini bagi HAM.
Dengan kata-kunci “perlindungan”, maka yang dituju adalah perintah kepada negara/pemerintah untuk memberi perlindungan hukum yang sama adilnya (fairness) kepada warganya. Dan dalam sebuah negara dengan masyarakat majemuk atau bersifat multi-kultural seperti Indonesia, ini mengandung makna perlindungan terhadap kelompok minoritas (terhadap kemungkinan ketidakadilan dari kelompok mayoritas). Mencegah adanya diskriminasi dalam perlindungan dan rasa aman kelompok minoritas. Diskriminasi yang dilarang adalah yang merugikan kelompok tertentu.
Namun, kalau dipergunakan kata-kunci “perlakuan”, maka penafsiran yang berkembang dalam masyarakat Indonesia adalah perintah kepada negara/pemerintah untuk tidak membedakan dalam perlakuan hukum antara warganya. Dan dalam masyarakat yang terstruktur dalam “kelas”, maka ini mengandung makna jangan memberi perlakuan istimewa kepada anggota kelas tertentu.Khususnya dalam beberapa kasus (yang saya baca dari media massa), protes ditujukan terhadap persangkaan bahwa “kelas pejabat Negara” dan/atau “kelas orang kaya” mendapat perlakuan khusus/istimewa dalam proses peradilan pidana. Diskriminasi yang dilarang di sini adalah menguntungkan kelas tertentu.
Mengakui adanya perbedaan dalam kedua kata kunci itu, menurut saya penting dilakukan, agar dalam diskusi kita dapat melihat akibatnya dan mencari kesimpulan. Bagi saya kedua kata kunci itu dapat dipergunakan dan dibenarkan, dengan dimisalkan sebagai dua sisi dari satu mata uang yang berupa asas “persamaan di hadapan hukum” (legal equality –LE)..
Bagaimana sekarang dengan UU MD3? Yang dipersoalkan adalah Pasal 245 yang dalam ayat (1) mengecualikan Anggota DPR dari prosedur KUHAP dalam proses penyidikan, karena penyidik memerlukan izin terlebih dahulu dari Mahkamah Kehormatan Dewan(MKD). Ayat-ayat berikutnya merupakan “tata-cara” melaksanakan “hak-istimewa” anggota DPR itu. Apakah ini bertentangan dengan asas LE ? Dijawab “Ya”, kalau LE ditafsirkan sebagai “perlakuan”, dan pasal ini ditafsirkan sebagai diskriminasi yang“menguntungkan” anggota DPR. Tetapi dapat juga dijawab “Tidak”, kalau LE ditafsirkan“perlindungan”, karena tidak ada diskriminasi yang “merugikan” kelompok non-anggota DPR.
Suara “protes” mengkaitkan ini juga dengan kemungkinan tersangka “menghilangkan barang-bukti”, menghalangi penyidikan, tetapi menurut saya ini terlalu dicari-cari sebagai alasan. Pendapat yang mengatakan ini bertentangan dengan asas peradilan “cepat, sederhana, biaya ringan” juga, menurut saya, tidak tepat. Karena asas terakhir ini ditujukan untuk menguntungkan/melindungi seorang tersangka, agar penyidik jangan “mengulur-waktu” perkara.
Asas persamaan di hadapan hukum (Equality before the law principle) merupakan salah satu asas yang utama dalam Deklarasi Universal HAM dan dianut pula dalam UUD 1945 kita. Bagi saya asas ini mengandung arti bahwa“semua warga harus mendapat perlindungan yang sama dalam hukum – tidak boleh ada diskriminasi dalam perlindungan hukum ini”. Bagi saya kata kuncinya adalah “perlindungan”. Pendapat yang berbeda adalah yang menafsirkan bahwa persamaan yang dimaksud adalah untuk “perlakuan”. Perbedaan kata kunci ini dapat membawa kepada penafsiran yang berbeda dari makna asas ini bagi HAM.
Dengan kata-kunci “perlindungan”, maka yang dituju adalah perintah kepada negara/pemerintah untuk memberi perlindungan hukum yang sama adilnya (fairness) kepada warganya. Dan dalam sebuah negara dengan masyarakat majemuk atau bersifat multi-kultural seperti Indonesia, ini mengandung makna perlindungan terhadap kelompok minoritas (terhadap kemungkinan ketidakadilan dari kelompok mayoritas). Mencegah adanya diskriminasi dalam perlindungan dan rasa aman kelompok minoritas. Diskriminasi yang dilarang adalah yang merugikan kelompok tertentu.
Namun, kalau dipergunakan kata-kunci “perlakuan”, maka penafsiran yang berkembang dalam masyarakat Indonesia adalah perintah kepada negara/pemerintah untuk tidak membedakan dalam perlakuan hukum antara warganya. Dan dalam masyarakat yang terstruktur dalam “kelas”, maka ini mengandung makna jangan memberi perlakuan istimewa kepada anggota kelas tertentu.Khususnya dalam beberapa kasus (yang saya baca dari media massa), protes ditujukan terhadap persangkaan bahwa “kelas pejabat Negara” dan/atau “kelas orang kaya” mendapat perlakuan khusus/istimewa dalam proses peradilan pidana. Diskriminasi yang dilarang di sini adalah menguntungkan kelas tertentu.
Mengakui adanya perbedaan dalam kedua kata kunci itu, menurut saya penting dilakukan, agar dalam diskusi kita dapat melihat akibatnya dan mencari kesimpulan. Bagi saya kedua kata kunci itu dapat dipergunakan dan dibenarkan, dengan dimisalkan sebagai dua sisi dari satu mata uang yang berupa asas “persamaan di hadapan hukum” (legal equality –LE)..
Bagaimana sekarang dengan UU MD3? Yang dipersoalkan adalah Pasal 245 yang dalam ayat (1) mengecualikan Anggota DPR dari prosedur KUHAP dalam proses penyidikan, karena penyidik memerlukan izin terlebih dahulu dari Mahkamah Kehormatan Dewan(MKD). Ayat-ayat berikutnya merupakan “tata-cara” melaksanakan “hak-istimewa” anggota DPR itu. Apakah ini bertentangan dengan asas LE ? Dijawab “Ya”, kalau LE ditafsirkan sebagai “perlakuan”, dan pasal ini ditafsirkan sebagai diskriminasi yang“menguntungkan” anggota DPR. Tetapi dapat juga dijawab “Tidak”, kalau LE ditafsirkan“perlindungan”, karena tidak ada diskriminasi yang “merugikan” kelompok non-anggota DPR.
Suara “protes” mengkaitkan ini juga dengan kemungkinan tersangka “menghilangkan barang-bukti”, menghalangi penyidikan, tetapi menurut saya ini terlalu dicari-cari sebagai alasan. Pendapat yang mengatakan ini bertentangan dengan asas peradilan “cepat, sederhana, biaya ringan” juga, menurut saya, tidak tepat. Karena asas terakhir ini ditujukan untuk menguntungkan/melindungi seorang tersangka, agar penyidik jangan “mengulur-waktu” perkara.
Dengan Pasal 245, memang tersangka/anggota DPR lebih beruntung,
karena kasusnya akan dinilai dahulu oleh MKD (apakah cukup ditangani secara
internal, melalui Kode Etik, ataukah memang beralasan ditangani oleh Penyidik).
Pada dasarnya setiap Organisasi Profesi (Dokter, Advokat, Akuntan,Psikolog,
dlsb-nya) mengatur demikian untuk anggota profesinya. Mengapa kita harus curiga
untuk Anggota DPR?
Pertanyaan sekarang adalah apakah “hak istimewa” (prerogative right) ini perlu atau pantas diberikan kepada anggota DPR. Menurut saya, kalau kita mengakui bahwa anggota DPR adalah wakil-wakil rakyat yang “mempersonifikasikan” kedaulatan rakyat, maka “perlakuan istimewa” ini, adalah sudah sepantasnya kita berikan. Kita menghormati lembaga DPR dan menurut saya kita juga tidak ingin anggota-anggotanya dapat begitu saja dipangil oleh Penyidik untuk pelangaran hukum yang tidak-serius. Dan bukankah ayat (3) sudah menyempitkan/membatasi hak istimewa ini, dengan tiga perkecualian atas hak-istimewa dalam ayat (1)?
Bagaimana sekarang kaitannya dengan “hak imunitas” (immunity right) atau hak kekebalan yang diterima oleh anggota DPR melalui Pasal 224 (1) dan (2)? Menurut saya seharusnya kita sepakat bahwa hak imunitas untuk pendapat, pernyataan, tindakan dan kegiatan anggota DPR di dalam dan di luar rapat DPR, selama masih dalam lingkup fungsi, hak dan kewenangannya, pantas diberikan.
Pertanyaan sekarang adalah apakah “hak istimewa” (prerogative right) ini perlu atau pantas diberikan kepada anggota DPR. Menurut saya, kalau kita mengakui bahwa anggota DPR adalah wakil-wakil rakyat yang “mempersonifikasikan” kedaulatan rakyat, maka “perlakuan istimewa” ini, adalah sudah sepantasnya kita berikan. Kita menghormati lembaga DPR dan menurut saya kita juga tidak ingin anggota-anggotanya dapat begitu saja dipangil oleh Penyidik untuk pelangaran hukum yang tidak-serius. Dan bukankah ayat (3) sudah menyempitkan/membatasi hak istimewa ini, dengan tiga perkecualian atas hak-istimewa dalam ayat (1)?
Bagaimana sekarang kaitannya dengan “hak imunitas” (immunity right) atau hak kekebalan yang diterima oleh anggota DPR melalui Pasal 224 (1) dan (2)? Menurut saya seharusnya kita sepakat bahwa hak imunitas untuk pendapat, pernyataan, tindakan dan kegiatan anggota DPR di dalam dan di luar rapat DPR, selama masih dalam lingkup fungsi, hak dan kewenangannya, pantas diberikan.
Hak imunitas ini juga dibatasi oleh ayat 4 dan 5 pasal ini. Dan
ini menurut saya juga benar, karena kita tidak menghendaki bahwa untuk anggota
DPR akan berlaku asas “Anggota DPR could do no wrong” -
tidak dapat berbuat salah! Kalau pun ingin memakai asas ini, maka harus
ditafsirkan/diganti menjadi “must do no wrong” – tidak boleh berbuat
salah. Berarti bahwa kita mengharapkan (mewajibkan?) anggota DPR kita
itu mempunyai “moralitas-tinggi” (menjunjung tinggi nilai-nilai dasar yang
diyakini masyarakat Indonesia dalam hidup bernegara dan berbangsa).
BAB III
KESIMPULAN
Melekatnya
Hak Asasi Manusia Di Depan Hukum
Dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak
asasi manusia setiap individu tanpa membedakan latar belakangnya, sehingga
semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum (equality
before the law).
Persamaan dihadapan
hukum atau equality before the law adalah salah satu asas
terpenting dalam hukum modern. Asas ini menjadi salah satu sendi doktrin Rule
of Law yang juga menyebar pada negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Perundang-undangan Indonesia mengadopsi asas ini sejak masa kolonial lewat Burgelijke
Wetboek (KUHPerdata) dan Wetboek van Koophandel voor Indonesie (KUHDagang)
pada 30 April 1847 melalui Stb. 1847 No. 23. Tapi pada masa kolonial itu, asas
ini tidak sepenuhnya diterapkan karena politik pluralisme hukum yang memberi
ruang berbeda bagi hukum Islam dan hukum adat disamping hukum kolonial.
Referensi
(http://informasiana.com/pengertian-ham-hak-asasi-manusia/)
(http://brainly.co.id/tugas/2618611)
(https://aminahhumairoh.wordpress.com/2010/03/10/persamaan-dihadapan-hukum/)