Friday 6 May 2016

Manusia Dan Hak Asasi Manusia

MANUSIA DAN HAK ASASI MANUSIA
















Disusun Oleh
Nama     :  Risky Wisnu Adrianto
NPM      :  16315071
Kelas     :  1TA04





Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
S1 – Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
2015 – 2016


Topik Makalah

Mata Kuliah  :  Ilmu Budaya Dasar
Dosen : Emilianshah Banowo


Topik Makalah
Keadilan dalam perlakuan manusia dan sesamanya












Kata Pengantar

          Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Essa, yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga masih di perkenankan untuk membuat makalah ini.
            Dalam makalah ini, saya sebagai penyusun makalah ingin memaparkan “KEADILAN DALAM PERLAKUAN MANUSIA DAN SESAMANYA”.  Hal-hal yang terkaji dalam makalah ini merupakan konkret dan berdasar fakta yang ada.
            Akhir kata, saya sebagai penyusun makalah ini menyucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesediaan waktu dan tempat. Mohon maaf bilamana ada kata-kata yang kurang berkenan bagi Bapak/Ibu.

Depok, 4 Mei 2016


                                                                                      Penyusun



BAB 1
PENDAHULUAN

Hak Asasi Manusia
1.       Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia juga sering kita kenal dengan sebutan “HAM”. Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia yang didapatkan sejak lahir dimana secara kodrati HAM sudah melekat dalam diri manusia dan tak ada satupun orang yang berhak mengganggu gugat karena HAM bagian dari anugrah Tuhan, itulah keyakinan yang dimiliki oleh manusia yang sadar bahwa kita semua makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki derajat yang sama dengan manusia yang lainnya sehingga mesti berhak bebas dan memiliki martabat serta hak-hak secara sama.


2.       Pengertian HAM Berdasarkan Para Ahli
            a.       Pengertian HAM menurut John Locke

         JOHN LOCKE mengartikan HAM ialah suatu hak yang dihadiahkan oleh Tuhan yang bersifat kodrati dimana hak asasinya tidak pernah dan tidak dapat dipisahkan dari hakekatnya, sehingga hak asasi merupakan sesuatu yang suci dan mesti dijaga.

b.       Pengertian HAM menurut DAVID BEETHAM dan Kevin BOYLE
            Pengertian HAM menurut david beetham dan kevin boyle adalah suatu kebebasan yang    fundamental dan memiliki keterhubungan dengan kapasitas manusia dan kebutuhan   manusia.
c.       Pengertian HAM menurut C. de Rover
            Pengertian HAM menurut C. de Rover adalah hak hukum yang sama kepada setiap           manusia baik             miskin maupun kaya, perempuan atau laki-laki. Walaupun hak-hak yang      telah mereka langgar   akan tetapi ham mereka tetap tidak dapat dihilangkan. Hak asasi            adalah hukum, yang mesti      terlindungi dari aturan nasional agar semuanya terpenuhi       sehingga          ham dapat ditegakkan,            dilindungi dan dijunjung tinggi.
d.       Pengertian HAM menurut Frans Magnis Suseno
      
      Pengertian HAM menurut frans magnis suseno adalah ham penjaga martabat          kemanusiaan,   manusia memiliki ham karena dia manusia.
e.      Pengertian HAM menurut Miriam Budiarjo

HAM merupakan hak-hak asasi manusia yang pada dasarnya dimiliki oleh setiap manusia dari lahir dan kehadirannya dalam masyarakat.

f.        Pengertian HAM menurut Oemar Seno Adji
            Beliau mengartikan HAM adalah hak yang telah melekat bersama martabat kemanusiaan, dimana            hak-hak inilah yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun.
g.        Pengertian ham menurut G.J Wolhos
            HAM adalah sejumlah hak yang telah mengakar dan melekat dalam diri manusia, hak-       hak inilah             yang tidak boleh dihingkan, karena menghilangkan HAM sama saja anda   menghilangkan derajat             kemanusiaan itu.

3.        Kesimpulan Ham

HAM sendiri dibagi menjadi 6 Unsur yang terkandungnya, yaitu:

1.      Hak asasi manusia merupakan hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya
2.      Hak asasi manusia melekat pada diri setiap manusia
3.      Hak asasi manusia merupakan pemberian Tuhan
4.      Hak asasi manusia harus dipertahankan
5.      Hak asasi manusia bersifat suci dan luhur
6.      Hak asai manusia bersifat universal, artinya menyeluruh, dimiliki semua manusia tanpa perbedaan


BAB II
PEMBAHASAN

Hak dan Kewajiban Sesama Manusia
Disampaikan dalam Dialog Hukum Komisi Hukum Nasional RI Bekerjasama denganKoalisi Masyarakat Sipil untuk Perubahan UU MD3, danKantor Berita Radio (KBR), 3 September 2014.

Asas persamaan di hadapan hukum (Equality before the law principle) merupakan salah satu asas yang utama dalam Deklarasi Universal HAM dan dianut pula dalam UUD 1945 kita. Bagi saya asas ini mengandung arti bahwa“semua warga harus mendapat perlindungan yang sama dalam hukum – tidak boleh ada diskriminasi dalam perlindungan hukum ini”. Bagi saya kata kuncinya adalah “perlindungan”. Pendapat yang berbeda adalah yang menafsirkan bahwa persamaan yang dimaksud adalah untuk “perlakuan”. Perbedaan kata kunci ini dapat membawa kepada penafsiran yang berbeda dari makna asas ini bagi HAM.

Dengan kata-kunci “perlindungan”, maka yang dituju adalah perintah kepada negara/pemerintah untuk memberi perlindungan hukum yang sama adilnya (fairness) kepada warganya. Dan dalam sebuah negara dengan masyarakat majemuk atau bersifat multi-kultural seperti Indonesia, ini mengandung makna perlindungan terhadap kelompok minoritas (terhadap kemungkinan ketidakadilan dari kelompok mayoritas). Mencegah adanya diskriminasi dalam perlindungan dan rasa aman kelompok minoritas. Diskriminasi yang dilarang adalah yang merugikan kelompok tertentu.

Namun, kalau dipergunakan kata-kunci “perlakuan”, maka penafsiran yang berkembang dalam masyarakat Indonesia adalah perintah kepada negara/pemerintah untuk tidak membedakan dalam perlakuan hukum antara warganya. Dan dalam masyarakat yang terstruktur dalam “kelas”, maka ini mengandung makna jangan memberi perlakuan istimewa kepada anggota kelas tertentu.Khususnya dalam beberapa kasus (yang saya baca dari media massa), protes ditujukan terhadap persangkaan bahwa “kelas pejabat Negara” dan/atau “kelas orang kaya” mendapat perlakuan khusus/istimewa dalam proses peradilan pidana. Diskriminasi yang dilarang di sini adalah menguntungkan kelas tertentu.

Mengakui adanya perbedaan dalam kedua kata kunci itu, menurut saya penting dilakukan, agar dalam diskusi kita dapat melihat akibatnya dan mencari kesimpulan. Bagi saya kedua kata kunci itu dapat dipergunakan dan dibenarkan, dengan dimisalkan sebagai dua sisi dari satu mata uang yang berupa asas “persamaan di hadapan hukum” (legal equality –LE)..

Bagaimana sekarang dengan UU MD3? Yang dipersoalkan adalah Pasal 245 yang dalam ayat (1) mengecualikan Anggota DPR dari prosedur KUHAP dalam proses penyidikan, karena penyidik memerlukan izin terlebih dahulu dari Mahkamah Kehormatan Dewan(MKD). Ayat-ayat berikutnya merupakan “tata-cara” melaksanakan “hak-istimewa” anggota DPR itu. Apakah ini bertentangan dengan asas LE ? Dijawab  “Ya”, kalau LE ditafsirkan sebagai “perlakuan”, dan pasal ini ditafsirkan sebagai diskriminasi yang“menguntungkan” anggota DPR. Tetapi dapat juga dijawab “Tidak”, kalau LE ditafsirkan“perlindungan”, karena tidak ada diskriminasi yang “merugikan” kelompok non-anggota DPR.

Suara “protes” mengkaitkan ini juga dengan kemungkinan tersangka “menghilangkan barang-bukti”, menghalangi penyidikan, tetapi menurut saya ini terlalu dicari-cari sebagai alasan. Pendapat yang mengatakan ini bertentangan dengan asas peradilan “cepat, sederhana, biaya ringan” juga, menurut saya, tidak tepat. Karena asas terakhir ini ditujukan untuk menguntungkan/melindungi seorang tersangka, agar penyidik jangan “mengulur-waktu” perkara.

Dengan Pasal 245, memang tersangka/anggota DPR lebih beruntung, karena kasusnya akan dinilai dahulu oleh MKD (apakah cukup ditangani secara internal, melalui Kode Etik, ataukah memang beralasan ditangani oleh Penyidik). Pada dasarnya setiap Organisasi Profesi (Dokter, Advokat, Akuntan,Psikolog, dlsb-nya) mengatur demikian untuk anggota profesinya. Mengapa kita harus curiga untuk Anggota DPR?

Pertanyaan sekarang adalah apakah “hak istimewa” (prerogative rightini perlu atau pantas diberikan kepada anggota DPR. Menurut saya, kalau kita mengakui bahwa anggota DPR adalah wakil-wakil rakyat yang “mempersonifikasikan” kedaulatan rakyat, maka “perlakuan istimewa” ini, adalah sudah sepantasnya kita berikan. Kita menghormati lembaga DPR dan menurut saya kita juga tidak ingin anggota-anggotanya dapat begitu saja dipangil oleh Penyidik untuk pelangaran hukum yang tidak-serius. Dan bukankah ayat (3) sudah menyempitkan/membatasi hak istimewa ini, dengan tiga perkecualian atas hak-istimewa dalam ayat (1)?

Bagaimana sekarang kaitannya dengan “hak imunitas” (immunity right) atau hak kekebalan yang diterima oleh anggota DPR melalui Pasal 224 (1) dan (2)? Menurut saya seharusnya kita sepakat bahwa hak imunitas untuk pendapat, pernyataan, tindakan dan kegiatan anggota DPR di dalam dan di luar rapat DPR, selama masih dalam lingkup fungsi, hak dan kewenangannya, pantas diberikan.

Hak imunitas ini juga dibatasi oleh ayat 4 dan 5 pasal ini. Dan ini menurut saya juga benar, karena kita tidak menghendaki bahwa untuk anggota DPR akan berlaku asas “Anggota DPR could do no wrong”  - tidak dapat berbuat salah! Kalau pun ingin memakai asas ini, maka harus ditafsirkan/diganti menjadi “must do no wrong” – tidak boleh berbuat salah. Berarti bahwa kita mengharapkan (mewajibkan?) anggota DPR kita itu mempunyai “moralitas-tinggi” (menjunjung tinggi nilai-nilai dasar yang diyakini masyarakat Indonesia dalam hidup bernegara dan berbangsa).
  



 

BAB III
KESIMPULAN

Melekatnya Hak Asasi Manusia Di Depan Hukum

            Dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu tanpa membedakan latar belakangnya, sehingga semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum (equality before the law).
Persamaan dihadapan hukum atau equality before the law adalah salah satu asas terpenting dalam hukum modern. Asas ini menjadi salah satu sendi doktrin Rule of Law yang juga menyebar pada negara-negara berkembang seperti Indonesia. Perundang-undangan Indonesia mengadopsi asas ini sejak masa kolonial lewat Burgelijke Wetboek (KUHPerdata) dan Wetboek van Koophandel voor Indonesie (KUHDagang) pada 30 April 1847 melalui Stb. 1847 No. 23. Tapi pada masa kolonial itu, asas ini tidak sepenuhnya diterapkan karena politik pluralisme hukum yang memberi ruang berbeda bagi hukum Islam dan hukum adat disamping hukum kolonial.

Referensi

(http://informasiana.com/pengertian-ham-hak-asasi-manusia/)
(http://brainly.co.id/tugas/2618611)
(https://aminahhumairoh.wordpress.com/2010/03/10/persamaan-dihadapan-hukum/)